Loading...
Ketika tahun 1992, Jan Koum (penemu whatsapp) yang masih berusia 16 tahun tiba di Mountain View, Amerika Serikat. Didampingi oleh ibunya, Koum merupakan imigran yang memutuskan hijrah dari Kiev, Ukraina, dengan mimpi meraih kehidupan yang lebih baik.
Di AS, mereka mengalami masa-masa sulit. Keluarga Koum tinggal di apartemen kecil dengan dua kamar tidur hasil bantuan pemerintah. Mereka terpaksa bergantung pada jaminan sosial dan mengantre kupon makanan karena tak punya uang.
Koum pun bekerja sebagai tukang sapu di sebuah toko untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara ibunya mengambil profesi baru sebagai baby sitter.
Begitu pindah ke Amerika dan mulai bersekolah di sana, keluarga Koum adalah satu-satunya di kelas yang tidak memiliki mobil. Jadilah Koum terpaksa bangun lebih pagi untuk mengejar bus. Sang ibu menjejali koper yang dibawa dari negeri asal dengan pulpen dan buku tulis cetakan Uni Soviet untuk menghemat biaya peralatan sekolah.
Datang dari negeri seberang, Koum ketika itu tak pandai berbahasa Inggris. Koum beberapa kali terlibat masalah karena "membalas anak lain yang mengganggu". Untung, dia terbantu dengan postur badan yang tinggi menjulang mencapai 188 cm. "Hidup di Ukraina tak mudah dan membuat saya tangguh secara fisik dan mental," katanya lagi.
Koum kemudian masuk kuliah, mempelajari ilmu komputer dan matematika, tetapi tidak sampai selesai. "Prestasi saya buruk, ditambah lagi dengan rasa bosan."
Maka, dia pun memutuskan drop out, lalu mulai bekerja sebagai pembungkus barang belanjaan di supermarket, setelah itu di toko elektronik, internet provider, hingga perusahaan audit. Sampai kemudian pada 1997 Koum bertemu dengan Brian Acton dari Yahoo. Enam bulan setelahnya, Koum mulai bekerja di Yahoo.
===> Mendirikan WhatsApp
Koum menjalin persahabatan dengan Acton, yang banyak membantu Koum ketika sempat hidup sebatang kara setelah ibunya meninggal pada tahun 2000. Sang ayah telah lebih dulu wafat pada 1997. "Dia (Acton) sering mengajak saya ke rumahnya," tutur Koum.
Menghabiskan sembilan tahun bekerja di Yahoo, termasuk Yahoo Shopping, Koum merasa tidak nyaman dengan banyaknya iklan yang harus diurus dan bertebaran di mana-mana.
"Selalu ada perdebatan untuk menempatkan lebih banyak lagi iklan dan logo di laman situs. Apa urusan pengguna dengan itu semua? Saya jadi tak nyaman. Iklan bukan satu-satunya solusi monetisasi untuk semua orang. Sebuah layanan harus benar-benar berupa layanan murni, pelanggan adalah pengguna," ujar Koum.
Acton rupanya merasakan hal serupa. Koum dan Acton kemudian memutuskan keluar dari Yahoo pada hari yang sama, yaitu 31 Oktober 2007. Koum ketika itu berusia 31 tahun dan telah mengumpulkan uang untuk memulai bisnisnya sendiri. Dia bertekad bahwa bisnisnya ini tak akan direcoki oleh iklan yang mengganggu.
Koum dan Acton pisah jalan, tetapi masih sering bertemu untuk mendiskusikan rencana bisnis. Keduanya sempat mencoba melamar di Facebook dan sama-sama ditolak.
Pada 2009, setelah membeli sebuah iPhone, Koum menyadari bahwa toko aplikasi App Store yang baru berumur tujuh bulan akan melahirkan industri baru yang berisi pengembang-pengembang aplikasi.
Koum mendapat ide untuk membuat aplikasi yang bisa menampilkan update status seseorang di daftar kontak ponsel, misalnya ketika hampir kehabisan baterai atau sedang sibuk.
Nama yang muncul di benak Koum adalah "WhatsApp" karena terdengar mirip dengan kalimat "what's up" yang biasa dipakai untuk menanyakan kabar.
Dia pun mewujudkan ide ini dengan dibantu oleh Alex Fishman, seorang teman asal Rusia yang dekat dengan komunitas Rusia di kota San Jose. Pada 24 Februari 2009, dia mendirikan perusahaan WhatsApp Inc di California.
WhatsApp versi pertama benar-benar dipakai sekadar untuk update status di ponsel. Pemakainya kebanyakan hanya teman-teman Koum dari Rusia. "Lalu, pada suatu ketika, ia berubah fungsi jadi aplikasi pesan instan. Kami mulai memakainya untuk menanyakan kabar masing-masing dan menjawabnya," ucap Fishman, sebagaimana dikutip oleh Forbes.
Koum pun tersadar bahwa dia secara tak sengaja telah menciptakan layanan pengiriman pesan. "Bisa berkirim pesan ke orang di belahan dunia lain secara instan, dengan perangkat yang selalu Anda bawa, adalah hal yang luar biasa," kata Koum.
Ketika itu, satu-satunya layanan messaging gratis lain yang tersedia adalah BlackBerry Messenger. Namun, aplikasi ini hanya bisa digunakan di ponsel BlackBerry. Google G-Talk dan Skype juga ada, tetapi WhatsApp menawarkan keunikan tersendiri di mana mekanisme login dilakukan melalui nomor ponsel pengguna.
Koum merilis WhatsApp versi 2.0 dengan komponen messaging. Jumlah pengguna aktifnya langsung melonjak jadi 250.000 orang. Dia kemudian menemui Acton yang masih menganggur. Acton bargabung dengan WhatsApp dan membantu mencarikan modal dari teman-teman eks-Yahoo.
Kendati sempat mengalami kesulitan keuangan, WhatsApp terus tumbuh dan mulai menghasilkan pendapatan dari biaya langganan yang ditarik dari pengguna.
Kini, WhatsApp telah dibeli Facebook dengan nilai 19 miliar dollar AS (sekitar Rp 223 miliar). Kekayaan Koum yang memiliki 45 persen saham WhatsApp diperkirakan melonjak jadi 6,8 miliar dollar AS.
Kendati demikian, dia tak melupakan masa lalu. Koum menandatangani perjanjian bernilai triliunan rupiah dengan Facebook itu di depan bekas kantor Dinas Sosial North County, Mountain View, tempat dia dulu mengantre kupon makanan bersama-sama warga kurang mampu lainnya.
sumber: kompasdotcom
Foto: Dua Pendiri Whatsapp Jan Koum (kiri) dan Brian Acton
Di AS, mereka mengalami masa-masa sulit. Keluarga Koum tinggal di apartemen kecil dengan dua kamar tidur hasil bantuan pemerintah. Mereka terpaksa bergantung pada jaminan sosial dan mengantre kupon makanan karena tak punya uang.
Koum pun bekerja sebagai tukang sapu di sebuah toko untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara ibunya mengambil profesi baru sebagai baby sitter.
Begitu pindah ke Amerika dan mulai bersekolah di sana, keluarga Koum adalah satu-satunya di kelas yang tidak memiliki mobil. Jadilah Koum terpaksa bangun lebih pagi untuk mengejar bus. Sang ibu menjejali koper yang dibawa dari negeri asal dengan pulpen dan buku tulis cetakan Uni Soviet untuk menghemat biaya peralatan sekolah.
Datang dari negeri seberang, Koum ketika itu tak pandai berbahasa Inggris. Koum beberapa kali terlibat masalah karena "membalas anak lain yang mengganggu". Untung, dia terbantu dengan postur badan yang tinggi menjulang mencapai 188 cm. "Hidup di Ukraina tak mudah dan membuat saya tangguh secara fisik dan mental," katanya lagi.
Koum kemudian masuk kuliah, mempelajari ilmu komputer dan matematika, tetapi tidak sampai selesai. "Prestasi saya buruk, ditambah lagi dengan rasa bosan."
Maka, dia pun memutuskan drop out, lalu mulai bekerja sebagai pembungkus barang belanjaan di supermarket, setelah itu di toko elektronik, internet provider, hingga perusahaan audit. Sampai kemudian pada 1997 Koum bertemu dengan Brian Acton dari Yahoo. Enam bulan setelahnya, Koum mulai bekerja di Yahoo.
===> Mendirikan WhatsApp
Koum menjalin persahabatan dengan Acton, yang banyak membantu Koum ketika sempat hidup sebatang kara setelah ibunya meninggal pada tahun 2000. Sang ayah telah lebih dulu wafat pada 1997. "Dia (Acton) sering mengajak saya ke rumahnya," tutur Koum.
Menghabiskan sembilan tahun bekerja di Yahoo, termasuk Yahoo Shopping, Koum merasa tidak nyaman dengan banyaknya iklan yang harus diurus dan bertebaran di mana-mana.
"Selalu ada perdebatan untuk menempatkan lebih banyak lagi iklan dan logo di laman situs. Apa urusan pengguna dengan itu semua? Saya jadi tak nyaman. Iklan bukan satu-satunya solusi monetisasi untuk semua orang. Sebuah layanan harus benar-benar berupa layanan murni, pelanggan adalah pengguna," ujar Koum.
Acton rupanya merasakan hal serupa. Koum dan Acton kemudian memutuskan keluar dari Yahoo pada hari yang sama, yaitu 31 Oktober 2007. Koum ketika itu berusia 31 tahun dan telah mengumpulkan uang untuk memulai bisnisnya sendiri. Dia bertekad bahwa bisnisnya ini tak akan direcoki oleh iklan yang mengganggu.
Koum dan Acton pisah jalan, tetapi masih sering bertemu untuk mendiskusikan rencana bisnis. Keduanya sempat mencoba melamar di Facebook dan sama-sama ditolak.
Pada 2009, setelah membeli sebuah iPhone, Koum menyadari bahwa toko aplikasi App Store yang baru berumur tujuh bulan akan melahirkan industri baru yang berisi pengembang-pengembang aplikasi.
Koum mendapat ide untuk membuat aplikasi yang bisa menampilkan update status seseorang di daftar kontak ponsel, misalnya ketika hampir kehabisan baterai atau sedang sibuk.
Nama yang muncul di benak Koum adalah "WhatsApp" karena terdengar mirip dengan kalimat "what's up" yang biasa dipakai untuk menanyakan kabar.
Dia pun mewujudkan ide ini dengan dibantu oleh Alex Fishman, seorang teman asal Rusia yang dekat dengan komunitas Rusia di kota San Jose. Pada 24 Februari 2009, dia mendirikan perusahaan WhatsApp Inc di California.
WhatsApp versi pertama benar-benar dipakai sekadar untuk update status di ponsel. Pemakainya kebanyakan hanya teman-teman Koum dari Rusia. "Lalu, pada suatu ketika, ia berubah fungsi jadi aplikasi pesan instan. Kami mulai memakainya untuk menanyakan kabar masing-masing dan menjawabnya," ucap Fishman, sebagaimana dikutip oleh Forbes.
Koum pun tersadar bahwa dia secara tak sengaja telah menciptakan layanan pengiriman pesan. "Bisa berkirim pesan ke orang di belahan dunia lain secara instan, dengan perangkat yang selalu Anda bawa, adalah hal yang luar biasa," kata Koum.
Ketika itu, satu-satunya layanan messaging gratis lain yang tersedia adalah BlackBerry Messenger. Namun, aplikasi ini hanya bisa digunakan di ponsel BlackBerry. Google G-Talk dan Skype juga ada, tetapi WhatsApp menawarkan keunikan tersendiri di mana mekanisme login dilakukan melalui nomor ponsel pengguna.
Koum merilis WhatsApp versi 2.0 dengan komponen messaging. Jumlah pengguna aktifnya langsung melonjak jadi 250.000 orang. Dia kemudian menemui Acton yang masih menganggur. Acton bargabung dengan WhatsApp dan membantu mencarikan modal dari teman-teman eks-Yahoo.
Kendati sempat mengalami kesulitan keuangan, WhatsApp terus tumbuh dan mulai menghasilkan pendapatan dari biaya langganan yang ditarik dari pengguna.
Kini, WhatsApp telah dibeli Facebook dengan nilai 19 miliar dollar AS (sekitar Rp 223 miliar). Kekayaan Koum yang memiliki 45 persen saham WhatsApp diperkirakan melonjak jadi 6,8 miliar dollar AS.
Kendati demikian, dia tak melupakan masa lalu. Koum menandatangani perjanjian bernilai triliunan rupiah dengan Facebook itu di depan bekas kantor Dinas Sosial North County, Mountain View, tempat dia dulu mengantre kupon makanan bersama-sama warga kurang mampu lainnya.
sumber: kompasdotcom
Foto: Dua Pendiri Whatsapp Jan Koum (kiri) dan Brian Acton
loading...
Loading...
EmoticonEmoticon