Loading...
Gerimis di tahun 2012 itu, turun membawa pilu. Dan milliaran rintik menutup air mata seorang pemuda yang gundah gulana.
Seharusnya pemuda itu berbahagia kali ini, baru dua minggu lalu dia meminang gadis pujaannya, tak ada alasan untuk bersedih.
Tapi ternyata kehidupan tak gampang ditebak seperti itu, pemuda ini pikirannya berpendar memikirkan hal lain yang lebih membuatnya otaknya pecah. Dia baru saja diterpa badai, ditusuk belati oleh temannya sendiri, dia tertipu dan kehilangan uang 7,7 milliar banyaknya.
Namanya Dewa Eka Prayoga, pengusaha muda nan tampan yang baru saja menikah. Umurnya baru 21 tahun saat itu, sangat belia untuk seseorang yang kehilangan uang nyaris 8 milliar.
Bersama dengan hujan yang tak kunjung berhenti, Dewa mengingat-ingat kembali semuanya, saat temannya menawarkan bisnis investasi pengadaan komputer kantor menggiurkan, dan dia diajak rekannya untuk mencari investor.
Selama delapan bulan Dewa bisa menghimpun dana dari ratusan orang, dan ketika uang yang disetor sudah mencapai 7,7 Milyar rekan bisnisnya tiba-tiba menghilang.
Dewa ingat bagaimana para investor langsung mengejar Dewa agar uangnya kembali. Berbagai ancaman dia terima sampai rumah ibunya di Sukabumi pun diancam dibakar.
Namanya begitu tercemar dan jadi bahan omongan dari para tetangga, sampai ibunya mengadakan yasinan untuk mendoakan dan mengklarifikasi kejadian sesungguhnya kepada para tetangga.
Dia putus asa, hujan menupi air matanya.
Dari waktu ke waktu, hari ke hari, bulan demi bulan. Semuanya makin kacau saja, cacian serta makian malah memperburuk situasi, teman yang awalnya dekat perlahan menjauh dengan pasti.
Semua yang dipunya sirna begitu saja karena harus mengganti rugi, bahkan tabungan untuk masa depan pun terpaksa ikut tiada.
SMS, telpon, chat dan mention terus berdatangan. Bukan dalam bentuk orderan, melainkan dalam bentuk tagihan hutang dengan nada marah bahkan kadang menggunakan kata kasar serta mengancam.
Tanpa uang, beribu kecaman.
Dunia pemuda itu berubah hanya dalam satu kedipan mata. Terpaksa dia hentikan kuliahnya di UPI Bandung yang sudah semester 7 karena biaya. Terpaksa dia jual aset-aset bisnisnya. Terpaksa ... secara terpaksa, hidupnya tiba-tiba seperti dibawa oleh badai yang mengamuk.
Hujan di tahun 2012 itu berhenti pada musim kemarau. Dan jalanan kering saat itu, tapi keresahan pemuda ini tak kering jua. Masalahnya tetap ada, tak berlalu secepat musim berganti.
Rasanya waktu demi waktu semakin kelam saja, pemuda bernama Dewa itu nyaris putus asa. Tetapi dalam ruang gelap sekalipun, cahaya tetaplah bersinar. Istri dari Dewa, Wiwin Supiyah selalu menjadi cahaya itu.
“Aku percaya kamu bisa lewati ujian ini. Aku yakin kamu mampu. Aku akan support apapun keputusanmu. Aku sayang kamu ... ” ucap Wiwin suatu hari kala menatap Dewa yang sedang ada dalam jurang kebangkrutan.
Setahun kemudian anak mereka lahir, ketika itu Dewa di titik terendah dalam usahanya, uang di dompet hanya tersisa 7000 saja, sampai para tetangga di kosnya berkomentar, "Itu anaknya apa gak kasihan hanya tidur diatas kasur tipis di lantai, dingin atuuh!"
"Habis gimana lagi, memang kami gak punya uang lagi ... buat beli kasur saja kami tidak mampu," jawab Dewa, sedangkan setelah hal itu, Wiwin menangis.
Merasakan bagaimana pedihnya menemani sang suami. Tetapi meski gerimis turun dari matanya, Wiwin tak pernah pergi meninggalkan Dewa, Wiwin ingat janji sucinya, untuk sehidup semati dalam keadaan senang maupun sedih.
Pertemuan Dewa dengan pak Heppy Trenggono di suatu hari telah membakar semangat Dewa untuk bangkit, mengingat pak Heppy juga pernah bangkrut dengan utang puluhan milyar namun bisa bangkit kembali.
Dan Dewa memutuskan untuk bangkit! Melihat pak Heppy yang bisa bangkit. Melihat istri dan anaknya yang ingin ia buat bahagia. Dewa benar-benar berniat bangkit! Bagaimana caranya? Bagaimana pun caranya!
Bersama sahabatnya, Mirza G. Indralaksana. Dewa bergerak kembali, mencoba bangkit kembali, mecoba menyudahi badai di kehidupannya, dan berdoa semoga pelangi akan datang dengan segera.
Berdua, mereka melakukan apa saja untuk bangkit dari keadaan hutang 7,7 milliar yang disebabkan orang lain. Mereka melakukan semua hal yang bisa dilakukan, sampai-sampai mereka berdua pernah menjadi seorang tukang makanan delivery, gratis ongkir se-Bandung Raya.
Walau tahu bahwa profit yang didapat hanyalah 5.000 rupiah persatu orderan. Tapi tetap dilaksanakan. Walau, 5.000 ke 7,7 Milliar itu telalu jauh. Bak bumi dan langit. Namun tak apa, yang penting berjalan. Pikir Dewa saat itu.
Pernah suatu ketika, Dewa dan Mirza mengantar makanan dari daerah Setiabudi ke Cibiru, lalu pergi lagi ke Cimahi.
Dan kemudian sadar bahwa mereka harus pergi lagi ke daerah Buahbatu, itu artinya balik kembali! Dan sesampai di sana, makanan mereka ditolak karena ‘sudah dingin’ keluh si konsumen.
Omset sangat sedikit, jangankan mendekati 7,7 milliar. Mencapai 0,001 persen dari sana pun masih jauh. Ah, yang penting jalani. Yang penting berusaha. Masalah hasil biar Allah yang nilai.
Seperti kisah Siti Hajar, berlari 7x Safa Marwah, dengan harapan menemukan air. Padahal dia tahu, dalam sekali lihat tak pernah ada air di sana. Tapi Allah memberikannya air, menilai dari perjuangan Siti Hajar. Dewa belajar dari hal itu!
Meski rasanya mustahil, namun dengan kesadaran dan keimanan yang kuat. Dewa berjuang sekuat tenaganya. Keteguhan hatinya, perjuangannya, kemaksimalannya, segalanya! Dia berikan semuanya, dan entah bagaimana dia percaya bahwa dirinya bisa!
Semuanya ternyata benar, perjuangan tak sia-sia, dan doanya dikabulkan. Berawal sebuah ide sederhana yang sebenarnya Dewa sendiri tak terlalu percayai. Yaitu, membuat buku berisi kisah dan pengalaman jatuh bangunnya dalam usaha.
Lalu lahirlah "7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula" yang dijual dengan sistem pre order, dijual online tanpa lewat toko buku. Dan ternyata sambutannya malah luar biasa! Buku itu larisss!
Buku itu menjadi pembuka jalan kebangkitan Dewa setelah buku pertamanya "7 Langkah Dashyat Menggenggam Masa Depan" tidak dapat respon bagus.
Seiring dengan kesuksesaan buku tersebut, perlahan hutang Dewa terbayar. Dan iapun kembali terjun kembali di Dunia bisnis, dan membuat sebuah perusahaan penerbitan buku bisnis --Billionaire Store.
Bersama Billionaire Store, Dewa menemukan pelanginya. Semua bukunya meledak di pasaran, diburu oleh para pengusaha, banyak komentar-komentar postif bahkan testimoni para pembaca yang omzetnya melejit setelah mempraktekkan ilmunya Dewa.
Pemuda yang menikmati hujan dengan rasa gundah di tahun 2012 itu sedang menikmati pelangi, dan menginspirasi orang lain agar tak terjebak badai seperti dirinya.
***
Namun, seperti roda yang terus beputar, kehidupan Dewa pun berputar kembali.
Penghujung tahun 2016 jadi saksi.
Seorang pemuda ambisius itu berbaring di kasur rumah sakit, dan asupan makanan hanya bisa terkirim lewat selang yang dimasukkan ke hidungnya untuk masuk ke lambungnya.
Sistem kekebalan tubuhnya terserang penyakit yang sangat langka, hanya menyerang 1 dari 40.000 orang setiap tahunnya, yang bernama: GBS --Guillain-Barre Syndrome.
Dewa tak percaya, kenapa ia tiba-tiba bisa seperti ini. Imannya kali itu goyah, seakan mengutuk Tuhan, ia mempertanyakan hal-hal remeh dalam kepalanya “Bagaimana tidak, makanan sehari-hari
Saya jaga, olahraga teratur, minum air banyak, istirahat cukup, dll. Anehnya, kok Saya sakit?”
Karena penyakitnya ini datang tanpa tanda-tanda yang mencurigakan, tiba-tiba saja ia terdampar lemas tidak bisa bergerak, dan istrinya panik kala itu langsung membawanya ke IGD.
Pertama kali, dokter hanya bilang itu ‘hanya kecapean’. Namun hari berlalu dan semakin parah saja, sampai dokter memutuskan memeriksa kembali.
"GBS ini penyakit autoimun. Imunnya terlalu sehat. Mas Dewa ini terlalu sehat, jadi begini ... " Jawab sang Dokter kala itu, entah bercanda atau memang begitu faktanya. Bagaimana seorang yang terlalu sehat bisa sakit?
Dan ternyata, penyakit ‘terlalu sehat’ ini malah membuat badannya tampak kurus, dua bulan di rumah sakit menggerogoti badannya yang kekar, dari 84 kilo turun hingga 55 kilo.
Selama 2 bulan, ia nyaris mati, tubuhnya sudah tak bisa bergerak. Mungkin malaikat pencabut nyawa sedang mengawasinya, menunggu titah dari Sang Kuasa untuk menyabut nyawanya.
Saat itu, bau-bau obat, jas dokter, tiktok jam yang mencekam, stetoskop menjadi saksi bisu. Bagaimana Dewa terbaring di sana, 49 hari bukanlah waktu yang sebentar. Bersama selimut rumah sakit, langit-langit ruangan yang terasa menyesakkan, dan tanggal-tanggal di kalender yang terasa seperti hitung mundur. Dewa menjalani hari-hari itu dengan seluruh syaraf yang tak bisa ia kendalikan.
Untunglah bukan hanya benda mati saja yang jadi temannya kala hidupnya mengalami fase mengerikan ini. Masih ada orang-orang terdekat yang tetap memberikan dukungan. Istrinya, keluarganya, sahabatnya bergantian menjaga di rumah sakit.
Dan doa selalu mereka kirimkan dengan ikhlas, terutama dari sang Istri. Karena sang Istri tahu, saat itu hanya doalah cara ia berkomunikasi dengan suaminya lewat Tuhan. Sungguh, doa adalah berpegangan tangan dengan amal. Doa adalah ciuman metafisika.
"Dok, kalau boleh tahu, selama ini pasien dengan penyakit GBS ada berapa orang di rumah sakit ini?" Tanya Wiwin –Istri Dewa
Dengan suara cukup lantang, dokter pun berkata, "Oh selama ini ada 3 orang bu ..."
"Terus bagaimana, dok?" Tanyanya lagi, polos, dan penuh perasaan.
Dokter menjawab, "1 orang lewat, 1 orang selamat. 1 orang lagi ya Pak Dewa ini ..."
Ada ketegaran dalam hati Wiwin kala itu. Hitungan matematika berputar dalam kepalanya, ia tahu bahwa kesempatan hidup Dewa adalah samar, abu-abu. Namun dengan penuh percaya, ia tahu bahwa hidup bukanlah hitungan matematika.
Masa lumpuh tubuhnya ternyata bukan puncak dari penyakitnya ini. Ia koma, benar-benar tak sadarkan diri. Seakan arwahnya tak ada dalam tubuhnya, seakan arwahnya sedang melakukan perjalanan. Mungkin ke Dunia sebenarnya. Tak ada yang tahu.
Berurai air mata, penuh haru, ternyata semua berwarna biru di sisa-sia hari itu. Namun, Allah ternyata berkata lain, Ia menjawab bisikan-bisikan dalam hampa. Doa menunjukkan kekuatan alaminya, doa membawa Dewa kembali, memutar arah arwahnya untuk pulang sejenak pada tubuhnya. Belum waktunya ia pulang pada Dunia yang sebenarnya.
“Pak Dewa ini kuat ... jika saja orang lain, mungkin sudah lewat” kata sang Dokter kala itu.
Saat ini, Dewa sedang menjalani masa penyembuhannya. Ia lagi-lagi bisa melewati sebuah masa yang kelam, lagi-lagi ia bisa melewati sebuah kemustahilan. Pemuda itu sekarang kembali lagi menginspirasi orang lain.
Kembali lagi menjalani bisnis, dan kembali lagi menjadi seorang Coach bisnis. Dewa, dengan segala kisah hidup yang penuh liku menjanji akan kembali menginspirasi orang lain. Menginspirasi dalam bidang bisnis, atau menginspirasi orang lain agar lebih dekat dengan Tuhannya.
“Bisnis yang paling bagus bukan hanya bisnis yang menghasilkan uang saja. Tapi juga semakin mendekatkan ownernya dengan sang pencipta” –Dewa Eka Prayoga.
Penulis : Jein Oktaviany
Sumber : https://www.pejuangtangguh.co.id/gallery?share=439
Seharusnya pemuda itu berbahagia kali ini, baru dua minggu lalu dia meminang gadis pujaannya, tak ada alasan untuk bersedih.
Tapi ternyata kehidupan tak gampang ditebak seperti itu, pemuda ini pikirannya berpendar memikirkan hal lain yang lebih membuatnya otaknya pecah. Dia baru saja diterpa badai, ditusuk belati oleh temannya sendiri, dia tertipu dan kehilangan uang 7,7 milliar banyaknya.
Namanya Dewa Eka Prayoga, pengusaha muda nan tampan yang baru saja menikah. Umurnya baru 21 tahun saat itu, sangat belia untuk seseorang yang kehilangan uang nyaris 8 milliar.
Bersama dengan hujan yang tak kunjung berhenti, Dewa mengingat-ingat kembali semuanya, saat temannya menawarkan bisnis investasi pengadaan komputer kantor menggiurkan, dan dia diajak rekannya untuk mencari investor.
Selama delapan bulan Dewa bisa menghimpun dana dari ratusan orang, dan ketika uang yang disetor sudah mencapai 7,7 Milyar rekan bisnisnya tiba-tiba menghilang.
Dewa ingat bagaimana para investor langsung mengejar Dewa agar uangnya kembali. Berbagai ancaman dia terima sampai rumah ibunya di Sukabumi pun diancam dibakar.
Namanya begitu tercemar dan jadi bahan omongan dari para tetangga, sampai ibunya mengadakan yasinan untuk mendoakan dan mengklarifikasi kejadian sesungguhnya kepada para tetangga.
Dia putus asa, hujan menupi air matanya.
Dari waktu ke waktu, hari ke hari, bulan demi bulan. Semuanya makin kacau saja, cacian serta makian malah memperburuk situasi, teman yang awalnya dekat perlahan menjauh dengan pasti.
Semua yang dipunya sirna begitu saja karena harus mengganti rugi, bahkan tabungan untuk masa depan pun terpaksa ikut tiada.
SMS, telpon, chat dan mention terus berdatangan. Bukan dalam bentuk orderan, melainkan dalam bentuk tagihan hutang dengan nada marah bahkan kadang menggunakan kata kasar serta mengancam.
Tanpa uang, beribu kecaman.
Dunia pemuda itu berubah hanya dalam satu kedipan mata. Terpaksa dia hentikan kuliahnya di UPI Bandung yang sudah semester 7 karena biaya. Terpaksa dia jual aset-aset bisnisnya. Terpaksa ... secara terpaksa, hidupnya tiba-tiba seperti dibawa oleh badai yang mengamuk.
Hujan di tahun 2012 itu berhenti pada musim kemarau. Dan jalanan kering saat itu, tapi keresahan pemuda ini tak kering jua. Masalahnya tetap ada, tak berlalu secepat musim berganti.
Rasanya waktu demi waktu semakin kelam saja, pemuda bernama Dewa itu nyaris putus asa. Tetapi dalam ruang gelap sekalipun, cahaya tetaplah bersinar. Istri dari Dewa, Wiwin Supiyah selalu menjadi cahaya itu.
“Aku percaya kamu bisa lewati ujian ini. Aku yakin kamu mampu. Aku akan support apapun keputusanmu. Aku sayang kamu ... ” ucap Wiwin suatu hari kala menatap Dewa yang sedang ada dalam jurang kebangkrutan.
Setahun kemudian anak mereka lahir, ketika itu Dewa di titik terendah dalam usahanya, uang di dompet hanya tersisa 7000 saja, sampai para tetangga di kosnya berkomentar, "Itu anaknya apa gak kasihan hanya tidur diatas kasur tipis di lantai, dingin atuuh!"
"Habis gimana lagi, memang kami gak punya uang lagi ... buat beli kasur saja kami tidak mampu," jawab Dewa, sedangkan setelah hal itu, Wiwin menangis.
Merasakan bagaimana pedihnya menemani sang suami. Tetapi meski gerimis turun dari matanya, Wiwin tak pernah pergi meninggalkan Dewa, Wiwin ingat janji sucinya, untuk sehidup semati dalam keadaan senang maupun sedih.
Pertemuan Dewa dengan pak Heppy Trenggono di suatu hari telah membakar semangat Dewa untuk bangkit, mengingat pak Heppy juga pernah bangkrut dengan utang puluhan milyar namun bisa bangkit kembali.
Dan Dewa memutuskan untuk bangkit! Melihat pak Heppy yang bisa bangkit. Melihat istri dan anaknya yang ingin ia buat bahagia. Dewa benar-benar berniat bangkit! Bagaimana caranya? Bagaimana pun caranya!
Bersama sahabatnya, Mirza G. Indralaksana. Dewa bergerak kembali, mencoba bangkit kembali, mecoba menyudahi badai di kehidupannya, dan berdoa semoga pelangi akan datang dengan segera.
Berdua, mereka melakukan apa saja untuk bangkit dari keadaan hutang 7,7 milliar yang disebabkan orang lain. Mereka melakukan semua hal yang bisa dilakukan, sampai-sampai mereka berdua pernah menjadi seorang tukang makanan delivery, gratis ongkir se-Bandung Raya.
Walau tahu bahwa profit yang didapat hanyalah 5.000 rupiah persatu orderan. Tapi tetap dilaksanakan. Walau, 5.000 ke 7,7 Milliar itu telalu jauh. Bak bumi dan langit. Namun tak apa, yang penting berjalan. Pikir Dewa saat itu.
Pernah suatu ketika, Dewa dan Mirza mengantar makanan dari daerah Setiabudi ke Cibiru, lalu pergi lagi ke Cimahi.
Dan kemudian sadar bahwa mereka harus pergi lagi ke daerah Buahbatu, itu artinya balik kembali! Dan sesampai di sana, makanan mereka ditolak karena ‘sudah dingin’ keluh si konsumen.
Omset sangat sedikit, jangankan mendekati 7,7 milliar. Mencapai 0,001 persen dari sana pun masih jauh. Ah, yang penting jalani. Yang penting berusaha. Masalah hasil biar Allah yang nilai.
Seperti kisah Siti Hajar, berlari 7x Safa Marwah, dengan harapan menemukan air. Padahal dia tahu, dalam sekali lihat tak pernah ada air di sana. Tapi Allah memberikannya air, menilai dari perjuangan Siti Hajar. Dewa belajar dari hal itu!
Meski rasanya mustahil, namun dengan kesadaran dan keimanan yang kuat. Dewa berjuang sekuat tenaganya. Keteguhan hatinya, perjuangannya, kemaksimalannya, segalanya! Dia berikan semuanya, dan entah bagaimana dia percaya bahwa dirinya bisa!
Semuanya ternyata benar, perjuangan tak sia-sia, dan doanya dikabulkan. Berawal sebuah ide sederhana yang sebenarnya Dewa sendiri tak terlalu percayai. Yaitu, membuat buku berisi kisah dan pengalaman jatuh bangunnya dalam usaha.
Lalu lahirlah "7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula" yang dijual dengan sistem pre order, dijual online tanpa lewat toko buku. Dan ternyata sambutannya malah luar biasa! Buku itu larisss!
Buku itu menjadi pembuka jalan kebangkitan Dewa setelah buku pertamanya "7 Langkah Dashyat Menggenggam Masa Depan" tidak dapat respon bagus.
Seiring dengan kesuksesaan buku tersebut, perlahan hutang Dewa terbayar. Dan iapun kembali terjun kembali di Dunia bisnis, dan membuat sebuah perusahaan penerbitan buku bisnis --Billionaire Store.
Bersama Billionaire Store, Dewa menemukan pelanginya. Semua bukunya meledak di pasaran, diburu oleh para pengusaha, banyak komentar-komentar postif bahkan testimoni para pembaca yang omzetnya melejit setelah mempraktekkan ilmunya Dewa.
Pemuda yang menikmati hujan dengan rasa gundah di tahun 2012 itu sedang menikmati pelangi, dan menginspirasi orang lain agar tak terjebak badai seperti dirinya.
***
Namun, seperti roda yang terus beputar, kehidupan Dewa pun berputar kembali.
Penghujung tahun 2016 jadi saksi.
Seorang pemuda ambisius itu berbaring di kasur rumah sakit, dan asupan makanan hanya bisa terkirim lewat selang yang dimasukkan ke hidungnya untuk masuk ke lambungnya.
Sistem kekebalan tubuhnya terserang penyakit yang sangat langka, hanya menyerang 1 dari 40.000 orang setiap tahunnya, yang bernama: GBS --Guillain-Barre Syndrome.
Dewa tak percaya, kenapa ia tiba-tiba bisa seperti ini. Imannya kali itu goyah, seakan mengutuk Tuhan, ia mempertanyakan hal-hal remeh dalam kepalanya “Bagaimana tidak, makanan sehari-hari
Saya jaga, olahraga teratur, minum air banyak, istirahat cukup, dll. Anehnya, kok Saya sakit?”
Karena penyakitnya ini datang tanpa tanda-tanda yang mencurigakan, tiba-tiba saja ia terdampar lemas tidak bisa bergerak, dan istrinya panik kala itu langsung membawanya ke IGD.
Pertama kali, dokter hanya bilang itu ‘hanya kecapean’. Namun hari berlalu dan semakin parah saja, sampai dokter memutuskan memeriksa kembali.
"GBS ini penyakit autoimun. Imunnya terlalu sehat. Mas Dewa ini terlalu sehat, jadi begini ... " Jawab sang Dokter kala itu, entah bercanda atau memang begitu faktanya. Bagaimana seorang yang terlalu sehat bisa sakit?
Dan ternyata, penyakit ‘terlalu sehat’ ini malah membuat badannya tampak kurus, dua bulan di rumah sakit menggerogoti badannya yang kekar, dari 84 kilo turun hingga 55 kilo.
Selama 2 bulan, ia nyaris mati, tubuhnya sudah tak bisa bergerak. Mungkin malaikat pencabut nyawa sedang mengawasinya, menunggu titah dari Sang Kuasa untuk menyabut nyawanya.
Saat itu, bau-bau obat, jas dokter, tiktok jam yang mencekam, stetoskop menjadi saksi bisu. Bagaimana Dewa terbaring di sana, 49 hari bukanlah waktu yang sebentar. Bersama selimut rumah sakit, langit-langit ruangan yang terasa menyesakkan, dan tanggal-tanggal di kalender yang terasa seperti hitung mundur. Dewa menjalani hari-hari itu dengan seluruh syaraf yang tak bisa ia kendalikan.
Untunglah bukan hanya benda mati saja yang jadi temannya kala hidupnya mengalami fase mengerikan ini. Masih ada orang-orang terdekat yang tetap memberikan dukungan. Istrinya, keluarganya, sahabatnya bergantian menjaga di rumah sakit.
Dan doa selalu mereka kirimkan dengan ikhlas, terutama dari sang Istri. Karena sang Istri tahu, saat itu hanya doalah cara ia berkomunikasi dengan suaminya lewat Tuhan. Sungguh, doa adalah berpegangan tangan dengan amal. Doa adalah ciuman metafisika.
"Dok, kalau boleh tahu, selama ini pasien dengan penyakit GBS ada berapa orang di rumah sakit ini?" Tanya Wiwin –Istri Dewa
Dengan suara cukup lantang, dokter pun berkata, "Oh selama ini ada 3 orang bu ..."
"Terus bagaimana, dok?" Tanyanya lagi, polos, dan penuh perasaan.
Dokter menjawab, "1 orang lewat, 1 orang selamat. 1 orang lagi ya Pak Dewa ini ..."
Ada ketegaran dalam hati Wiwin kala itu. Hitungan matematika berputar dalam kepalanya, ia tahu bahwa kesempatan hidup Dewa adalah samar, abu-abu. Namun dengan penuh percaya, ia tahu bahwa hidup bukanlah hitungan matematika.
Masa lumpuh tubuhnya ternyata bukan puncak dari penyakitnya ini. Ia koma, benar-benar tak sadarkan diri. Seakan arwahnya tak ada dalam tubuhnya, seakan arwahnya sedang melakukan perjalanan. Mungkin ke Dunia sebenarnya. Tak ada yang tahu.
Berurai air mata, penuh haru, ternyata semua berwarna biru di sisa-sia hari itu. Namun, Allah ternyata berkata lain, Ia menjawab bisikan-bisikan dalam hampa. Doa menunjukkan kekuatan alaminya, doa membawa Dewa kembali, memutar arah arwahnya untuk pulang sejenak pada tubuhnya. Belum waktunya ia pulang pada Dunia yang sebenarnya.
“Pak Dewa ini kuat ... jika saja orang lain, mungkin sudah lewat” kata sang Dokter kala itu.
Saat ini, Dewa sedang menjalani masa penyembuhannya. Ia lagi-lagi bisa melewati sebuah masa yang kelam, lagi-lagi ia bisa melewati sebuah kemustahilan. Pemuda itu sekarang kembali lagi menginspirasi orang lain.
Kembali lagi menjalani bisnis, dan kembali lagi menjadi seorang Coach bisnis. Dewa, dengan segala kisah hidup yang penuh liku menjanji akan kembali menginspirasi orang lain. Menginspirasi dalam bidang bisnis, atau menginspirasi orang lain agar lebih dekat dengan Tuhannya.
“Bisnis yang paling bagus bukan hanya bisnis yang menghasilkan uang saja. Tapi juga semakin mendekatkan ownernya dengan sang pencipta” –Dewa Eka Prayoga.
Penulis : Jein Oktaviany
Sumber : https://www.pejuangtangguh.co.id/gallery?share=439
loading...
Loading...
3 comments
It's really good true story
Assalamu'alaikum wr,wb.
Mohon ijin berbagi sedikit pengalaman saya tentang hutang dan Riba.
Saya dulu bekerja sebagai karyawan sebuah Bank, saya penebar Riba. Ketika itu karir saya bagus,kekayaan saya meningkat tajam. Sebab saya selain bekerja di Bank saya juga punya usaha sampingan yaitu Property.
Rumah mewah saya punya, mobil mewah juga punya. Jaringan kerjasama Property sudah dimana2. Sebagian modal saya adalah Hutang di Bank.
Pada suatu ketika perubahan terjadi pada usaha saya. Saya mengalami kebangkrutan dan kehancuran, utang saya dimana2, ada yang di bank, perorangan dan rentenir. Keadaan terbalik 180 derajat dengan kondisi saya sebelumnya.
2 Tahun saya mengalami depresi, stres mungkin sudah mendekati gila.
Alhamdulillah di tahun ke 3 saya melakukan terapi mental dengan seorang teraphis. Kondisi kejiwaan saya mulai membaik, saya mulai bisa berfikir dan saya mulai dari nol dalam mengenal Allah. Ya Tuhan Ya Robb, saya bertaubat atas dosa Riba dahulu, sy benar2 bertaubat.
Suatu ketika Seorang Therapis sya mengenalkan kepada seseorang dan Alhamdulillah dia mau menolong saya, hutang saya Milyaran alhamdulillah lunas, dan saya mampu mengembangkan usaha tanpa ada unsur Riba. Allah memang Maha Kaya. Semua berkat pertolongan Allah.
Maka dari itu mari kita JAUHI RIBA, sebelum semuanya hancur.
Hormat saya, msofyan979797@gmail.com
EmoticonEmoticon